School Based Vaccination Program, Upaya Mencegah Infeksi HPV

FK-KMK UGM. Tidak seperti kebanyakan kanker, kanker serviks merupakan penyakit yang dapat dicegah melalui pemeriksaan rutin untuk mendeteksi dan dan menghilangkan lesi pra kanker. Edukasi dan imunisasi di usia remaja merupakan kunci utama dalam pencegahan infeksi Humas Papiiloma Virus (HPV). Secara umum, infeksi HPV terjadi dalam rentan usia 16-20 tahun. Jika infeksi HPV tidak diobati, maka dapat berkembang menjadi kanker servik dalam periode 20-30 tahun.

Di negara berkembang, vaksinasi HPV masih terkendala oleh beberapa faktor seperti sosial budaya, kurangnya pengetahuan, kurangnya infrastruktur, dan pembiayaan, ditambah dengan kurangnya komitmen politik dalam menghadapi teknologi baru di bidang kesehatan. Peran pemerintah melalui kebijakan agar vaksin dapat tersedia secara gratis dengan akses yang mudah dan ketersediaan vaksin HPV sangat diperlukan.

Wiwin Lismidiati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat. mengangkat isu kesehatan reproduksi remaja perempuan dalam disertasinya yang berjudul “Model Intervensi TAKESPRO HPV untuk Peningkatan Perilaku Vaksinasi Humas Papiiloma Virus di Sekolah”.

Belum banyak remaja Indonesia yang melakukan vaksinasi HPV. Edukasi HPV, peberdayaan orang tua, dan jaminan pembiayaan mandiri vaksinasi HPV dapat menjadi salah satu alternatif intervensi yang dapat dilakukan sebagai upaya dalam meningkatkan perilaku vaksinasi HPV di sekolah.

“Vaksinasi HPV paling efektif diberikan pada gadis usia 9-13 tahun dan perempuan muda 16-40 tahun, sebelum mereka mulai berhubungan seksual,” paparnya dalam ujian promosi doktor program doktoral Ilmu Kedokteran dan Kesehatan FK-KMK UGM, Rabu (4/12) di Auditorium gedung Pascasarjana Tahir Foundation lantai 8 FK-KMK.

Dosen Keperawatan FK-KMK ini juga menyampaikan manfaat dari school based vaccination program, diantaranya 1) peningkatan akses dan menjangkau populasi yang lebih besar dengan variasi kelompok usia, 2) meningkatkan angka vaksinasi, 3) dengan pola asuransi dapat mengurangi biaya yang ditanggung keluarga.

Dalam penelitian juga disebutkan terdapat 3 intervensi utama dalam peningkatan cakupan HPV. Pertama, intervensi informasional yaitu untuk meningkatkan pengetahuan tentang HPV (terkait kanker dan vaksin). Kedua, intervensi perilaku pada individu (sebagai pengambil keputusan dan sebagai pelaku) dan penyedia pelayanan kesehatan. Ketiga, intervensi lingkungan seperti kebijakan di sekolah atau keterlibatan pemmerintah pusat dan daerah.

Wiwin merupakan doktor ke 4.701 se-UGM, serta meraih predikat sangat memuaskan dibawah bimbingan Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D selaku promotor. Penelitiannya dapat menjadi model alternatif bagi sekolah dan puskesmas untuk meningkatkan perilaku vaksinasi HPV di sekolah. (Dian/IRO)

Berita Terbaru