Penyakit Tidak Menular Meningkat di Indonesia

FK-UGM. Indonesia masih berada dalam kondisi triple burden (Non Comunicable Disease, Communicable Diseases, dan Injury).  Selama tiga dasawarsa terakhir, penyakit tidak menular di Indonesia meningkat. Sementara itu, morbiditas, mortalitas dan kelainan akibat penyakit menular telah menurun.

Data tahun 2010 menunjukkan bahwa beban penyakit tidak menular sebesar 58 persen disusul dengan 33 persen penyakit menular dan selebihnya akibat cedera. Catatan tersebut disampaikan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementrian Kesehatan RI, yang dibacakan oleh Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta (BBTKLPP), Dr. dr. Irene, MKM saat memberikan keynote speech dalam agenda International Conference Health Sciences (ICHS) 2017, Jumat (18/8) di Eastparc Hotel Yogyakarta.

Tahun 2017-2018 Kemenkes mempunyai target untuk mengkampanyekan vaksin Measles Rubella (MR). Sedangkan pada tahun 2020, fokus pada elimiminasi rubela, filariasis, schistosomiasis (penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit jenis Schistosoma), rabies, pemberantasan frambusia (patek, merupakan jenis penyakit kulit menular), serta eliminasi campak.

Doktor Irene juga menambahkan bahwa mendeteksi, mencegah dan merespon merupakan langkah utama pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Saat ini pemerintah Indonesia memang sedang berupaya keras untuk mengurangi, menghapus dan memberantas penyakit menular tertentu. Upaya untuk mengurangi insidensi penyakit tersebut diharapkan mampu  memperpendek durasi penyakit sehingga mengurangi risiko penularan, serta mengurangi efek infeksi secara fisik dan psikologis diharapkan mampu menekan beban keuangan negara. “Upaya ini tentu perlu dukungan dari akademisi dan peneliti,” tegasnya.

Selain itu, keynote speech juga disampaikan oleh guru besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UGM,  Prof. dr. Yati Soenarto, SpA(K)., PhD yang menyampaikan mengenai vaksin rotavirus di Indonesia dan paparan penelitian yang sudah dilakukan. Dalam kesempatan ini Prof. Nai-Ying Ko, PhD., juga menyampaikan mengenai penelitian HIV AIDS di Taiwan, dilanjutkan presentasi oleh Wakil Dekan Bidang Penelitian Fakultas Kedokteran UGM, dr. Yodi Mahendradhata, MSc., PhD., mengenai strategi penelitian untuk menghapus penyakit TB.

Ketua Badan Penerbitan dan Publikasi UGM,  Widodo, S.P., MSc., PhD., memaparkan bahwa ICHS 2017 memang berfokus pada penanggulangan penyakit infeksi. ICHS kali ini menjadi agenda kedua setelah penyelenggaraan tahun lalu dengan tema non-infection disease. Ruang lingkup agenda ilmiah rutin yang diselenggarakan oleh UGM ini mencakup empat klaster, yakni science technology, health science, tropical agricultur dan social science. “Tujuan utama konferensi ICHS tentu tidak hanya publikasi internasional, akan tetapi kami juga ingin mengembangkan adanya joint research,” terangnya saat ditemui di sela-sela acara.

Acara yang dibuka secara resmi oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., ini diharapkan semakin membantu untuk melihat keluasan bidang penelitian. “Koordinasi antar fakultas ini mempunyai banyak manfaat. Pertama, kita bisa melihat banyak celah yang bisa dijembatani dengan kerjasama. Kedua, terdapat keluasan pembicara. Kalau yang menyelenggarakan hanya satu pihak, maka hanya satu bidang saja tinjauannya”, terang sie ilmiah, Jajah Fachiroh, S.P., MSi., PhD.

Tren penyakit infeksi memang peningkatannya sangat cepat. Melalui ICHS 2017, Kemenkes juga menegaskan bahwa paradigma sehat sudah saatnya dimulai melalui pendekatan keluarga, penguatan puskesmas, maupun penerapan gaya hidup sehat (healthy life style movement) atau sering dikenal dengan GERMAS.  (Wiwin/IRO)

Berita Terbaru