Mewujudkan Kesehatan Pekerja Batik

FK-KMK UGM. Bupati Kulon Progo, Sutedjo, Rabu (22/1) didampingi jajaran pimpinan Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi (DITPUI) UGM, Sang Kompiang Wirawan, ST., MT., PhD., serta Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni, dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK UGM), dr. Mei Neni Sitaresmi, SpA(K)., PhD meluncurkan “Desa Batik Sehat” di Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo.

Peluncuran ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Bupati Kulon Progo, yang dilanjutkan dengan simulasi alat pengolah limbah mobile menggunakan elektroda ss/graphene yang dikembangkan oleh tim peneliti UGM. Rangkaian kegiatan ini merupakan hasil kerjasama FK-KMK UGM dengan UNAIR, ITB, dan IPB membentuk tim Riset Kolaborasi Indonesia Kemristekdikti untuk mengembangkan model intervensi kesehatan, teknologi lingkungan, dan sosial dalam upaya mewujudkan “Desa Batik Sehat”.

Sejak World Craft Council (WCC) di tahun 2014 menetapkan Yogyakarta sebagai kota batik dunia, maka kota tersebut diharapkan bisa mengemban amanah sebagai rujukan produksi batik yang memerhatikan kesehatan pekerja batik (pembatik) beserta lingkungannya. Aktivitas industri batik memang berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat, namun juga diikuti munculnya permasalahan kesehatan pekerja dan lingkungan sekitar industri batik.

Proses ini juga membuat pembatik terpapar bahan kimia iritatif, toksik dan karsinogenik serta bahaya fisik, seperti posisi dan proses kerja kurang ergonomis, paparan uap panas dan pencahayaan, dengan kejadian penyakit akibat kerja yang tinggi. Bahkan, paparan logam berat jangka panjang berpengaruh pada kesehatan organ tubuh termasuk ginjal dan hati. Selain itu, observasi menunjukkan masih minimnya perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pembatik, serta komitmen untuk menjaga kesehatan lingkungan di sekitar tempat kerja oleh pemilik usaha.

Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengolah limbah cair batik, namun luaran dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) masih di luar nilai baku mutu, termasuk kandungan timbal (Pb), Kromium (Cr) dan Silikon (Si). Masalah lain yang sering muncul adalah keberadaan ibu dan anak di area industri batik rumahan tersebut. Ibu dan anak yang  berada di sekitar industri batik rumahan rentan terpapar polutan batik.

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bekerjasama dengan UNAIR, ITB, dan IPB membentuk tim Riset Kolaborasi Indonesia Kemristekdikti untuk mengembangkan model intervensi kesehatan, teknologi lingkungan, dan sosial dalam upaya mewujudkan “Desa Batik Sehat”. Tim akan meluncurkan “Desa Batik Sehat” pada 22 Januari 2020 di Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo. Harapannya dengan program ini, perusahaan batik akan memerhatikan kesehatan dan keselamatan kerja, ramah lingkungan, ramah anak, keluarga serta masyarakat sekitar (Environmental Friendly No Human Hazards).

Untuk intervensi lingkungan, tim telah mengembangkan alat pengolah limbah mobile menggunakan elektroda ss/graphene dengan dukungan dana dari CSR Bank Mandiri Tbk. Melalui alat ini, limbah cair batik yang mengandung malam dan zat pewarna  dapat diolah menjadi jernih kembali.

Intervensi kesehatan juga telah dilakukan untuk mengurangi munculnya penyakit akibat kerja pada pembatik. Edukasi menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa apron, sarung tangan dan krim yang menjaga struktur kulit juga telah dikembangkan untuk mencegah paparan bahan kimia pada kulit pembatik. Sedangkan untuk mengurangi dampak buruk proses membatik bagi kesehatan neuromuskular (baca: nyeri punggung bawah, nyeri leher dan cappal tunnel syndrome), maka dilakukan senam kesehatan saraf. Metoda lain untuk mencegah kelainan pada mata seperti senam mata juga penggunaan masker serta cuci hidung untuk mencegah terserapnya bahan kimia berbahaya pada saluran hidung dan pernafasan juga telah dikembangkan. Selain di lingkungan pembatik, edukasi tersebut juga dilakukan di sekolah-sekolah.

Sinergi dan kolaborasi dalam mengembangkan bentuk intervensi kesehatan dan lingkungan yang tepat dalam bentuk penelitian dan advokasi diharapkan masih akan terus dilakukan. Melalui program ini, tim juga telah mengembangkan buku, video, dan poster pedoman pencegahan gangguan penyakit terkait khusus untuk industri batik. (Wiwin/IRO)

Berita Terbaru