Diskusi Hasil Penelitian Yuridis Penanganan Lonjakan Pasien Covid-19 di Indonesia

FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM melalui Forum Manajemen Covid-19 kembali menggelar rangkaian serial diseminasi hasil penelitian Surge Capacity untuk topik penelitian “Tanggung Jawab Pemerintah dan Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kesehatan dan Residen dalam Penanganan Lonjakan (Surge) Pasien Covid-19 di Indonesia”. Webinar yang diselenggarakan pada Rabu (29/07) pukul 13.00 – 15.00 WIB, ini terbuka untuk umum dan dapat diikuti melalui platform Zoom dan Livestreaming YouTube.


Penelitian Surge Capacity Covid-19 merupakan penelitian besar yang mewadahi delapan topik penelitian untuk melihat atau mendokumentasikan proses dan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Pertemuan kali ini membahas salah satu sub penelitian Surge Capacity, yaitu mengenai kajian yuridis penanganan lonjakan (surge) pasien Covid-19 di Indonesia. Pertama, membahas mengenai tanggungjawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal penanganan lonjakan pasien Covid-19. Kedua, membahas sejauh mana instrumen hukum di Indonesia untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan dan residen dalam penanganan Surge Capacity.

Hadir dalam forum, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PH.D., Guru Besar FK-KMK UGM yang sekaligus inisiator Forum Surge Capacity memberikan pengantar. Dalam pemaparannya, Prof. Laksono memaparkan, “Saat ini sistem kita belum siap dalam menghadapi pandemi, sehingga hasil penelitian yang akan disampaikan oleh peneliti, Dr. Rimawati, SH, M.Hum, seorang doktor hukum yang fokus dalam bidang kesehatan dan peneliti, Dr. dr. Darwito, SH, SpB(K)Onk., mantan direktur RSUP Dr. Sardjito, hasilnya bukan menambah gaduh suasana tetapi menemukan cara supaya teman-teman di garda depan bisa terjamin secara hukum, fisik, medis, keamannnya.”

Sejak tanggal 28 Januari sampai dengan 8 Juni 2020, terdapat setidaknya 110 produk hukum administrasi pemerintahan yang diambil oleh Pemerintah Pusat untuk merespon pandemic Covid-19. Sedangkan kebijakan atau regulasi yang dibentuk di Provinsi DIY berjumlah 27 regulasi. “Berdasarkan analisis regulasi yang ada, kewenangan Pemerintah Pusat lebih banyak dan lebih luas daripada kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Hal ini dibenarkan dikarenakan system pemerintahan Indonesia, yakni sistem presidensiil”, jelas Dr. Rimawati.

Menurut analisis hasil penelitian, respons dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia baik pusat dan daerah sangat bervariatif, bahkan beberapa kebijakan disharmonis. Selain itu juga perlindungan hukum masih sebatas normative saja belum secara empiris. Aturan-aturan belum secara tegas memberikan perlindungan hukum, bahkan bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan maupun residen belum seragam, sehingga banyak dijumpai RS yang mengatur dirinya sendiri.

“Perlindungan hukum bagi residen masih cukup rentan. Statusnya sebagai siswa pendidikan profesi menyebabkan penggunaan tenaga residen dalam penanganan lonjakan Covid-19 perlu segera ditata kembali”, ungkap Dr. Rimawati. Beliau juga mengungkapkan, agar residen dapat menjalankan tugasnya dengan baik, diperlukan “kepastian” dan “perlindungan”, sehingga perlu dirancang revisi konsep status peserta didik spesialis dan subspesialis, misalnya kuota, rekrutmen, hak dan kewajiban, serta menjadi bagian dari subsidi pemerintah.

Menurut Dr. Darwito, dari paparan diatas juga diperlukan sinkronisasi antar lembaga pengambil kebijakan baik Kemenkes, Kemendikbud, dan Kemendagri, serta Kemenkeu. Kemenkeu sangat perlu untuk dilibatkan dan menjadi aktor utama dalam proses ini.

Forum ini juga menghadirkan pembahas, dr. Achmad Yurianto, Dirjen Pencegahan & Pengendalian Penyakit Kemenkes RI dan Drs. Makmur Makbun, M.Si., Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Kementerian Dalam Negeri. (Vania Elysia/ Reporter)

Berita Terbaru