Perangi Paham Radikal di Lingkungan Kampus

FK-KMK UGM. 23% mahasiswa mengaku ingin berjihad untuk membentuk negara Islam, dan 18% lainnya berkeinginan mengganti bentuk pemerintahan republik dengan khilafah. Hal demikian disampaikan oleh Kolonel Pas Drs. Sujatmiko, Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saat mengisi acara sarasehan yang dihadiri oleh segenap civitas medika dalam rangka memeringati Hari Kemerdekaan RI ke-74 pada Sabtu (17/8) lalu, di Auditorium FK-KMK UGM.

Bertajuk “Pencegahan Paham Radikal Terorisme di Kampus”, Kolonel Pas Drs. Sujatmiko memaparkan berbagai upaya deradikalisasi yang telah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Kurang lebih ada sebanyak 632 orang narapidana terorisme yang kami rehabilitasi, namun baru 370 orang yang bisa dideradikalisasi,” ungkapnya. Kolonel Pas Sujatmiko menjelaskan tindak kejahatan terorisme dapat terjadi akibat paham radikalisme yang terus menggurita. Menurutnya, paham radikalisme dapat dikenali melalui ciri-ciri anti pancasila, anti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), anti kebhinekaan, dan anti kafiri.

Selanjutnya, beliau mengungkapkan bahwa pemahaman agama yang dangkal, solidaritas komunal, hingga motif balas dendam merupakan salah satu penyebab tindakan terorisme. “Seminggu sebelum tragedi bom bunuh diri di JW Marriot Jakarta terjadi, pelaku membuat sebuah video pengakuan. Ia mengaku bahwa tindakan meledakkan diri di hotel tersebut sebagai mahar untuk mendapatkan 72 bidadari surga. Inilah pemahaman agama yang salah,” ujar Kolonel Pas Sujatmiko sembari memutar video pengakuan yang dibuat oleh pelaku terorisme.

Berbagai informasi yang telah dipaparkan oleh Kasubdit Kontra Propaganda BNPT tersebut memunculkan berbagai reaksi keprihatian dari segenap civitas medika mulai dari dosen, staf, bahkan hingga mahasiswa yang turut hadir. Tak lupa, Kolonel Pas Drs. Sujatmiko berpesan bahwa kampus harus memiliki kemampuan autoimun yang siap melawan cikal bakal terorisme sejak dini.

DekanFK-KMK UGM, Prof. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D berharap dengan adanya acara tersebut akan menjadi forum diskusi bersama untuk memaknai kemerdekaan kedepan.

“Tanggal 17 Agustus merupakan titik perjuangan yang menandai bahwa akan ada tantangan yang lebih berat di depan. Tantangan itu pasti bisa kita hadapi apabila semua masyarakat bersatu, kreatif, produktif, tanpa ada sikap provokatif,” tegasnya. (Alfi/Reporter)

Berita Terbaru