FK Mengkaji Etika Pemasaran Rokok di Indonesia

FK-UGM. Berawal dari sebuah penelitian mengenai kajian pendapat masyarakat terkait iklan rokok di Indonesia, Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM selenggarakan diseminasi hasil yang dihadiri kurang lebih 100 peserta dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Yogyakarta, Rabu (19/7) di ruang Sekip lantai 1 UC UGM.

“Akhir-akhir ini banyak penyakit dan kematian akibat penggunaan tembakau. Pada kesempatan ini kami memang ingin mendiseminasikan hasil kajian kami, sehingga kita bisa merekomendasikan terhadap pemerintah terkait regulasinya. Semoga pertemuan ini bisa lebih memperbaiki regulasi yang sudah ada di Indonesia terkait etika rokok dan kebijakan-kebijakannya”, papar ketua panitia acara, Dra. Yayi Suryo Prabandari, MSi., PhD.

Melihat prevalensi penyakit kanker cukup tinggi akibat konsumsi rokok, sudah saatnya negara ini perlu melakukan gerakan yang lebih besar. “Singapore merupakan salah satu contoh negara yang cukup keras terhadap rokok. Wacana ke depan, mereka tidak hanya melakukan tobacco control tetapi sampai pada smoking elimination,” tegas Wakil Dekan Bidang Penelitian & Pengembangan Fakultas Kedokteran UGM, dr. Yodi Mahendradata, MSc., PhD saat membuka acara.

“Harapannya Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FK UGM bisa leading di Indonesia. Berawal dari upaya untuk mengkaji perilaku masyarakat untuk mewujudkan kesehatan, sekarang kajiannya sudah mulai masuk ke ranah perilaku korporasi,” imbuhnya.

Berdasarkan data tahun 2016, industri rokok menjadi salah satu sumber cukai terbesar di Indonesia mencapai 139,5 triliun rupiah. Bahkan, di beberapa daerah seperti Jawa, industri ini menjadi penyedia lapangan terbesar. Proses pemasaran rokok pun dilakukan melalui sponsorship ajang kompetisi, beasiswa, sampai dengan bantuan bencana.  Strategi-strategi ini kemudian dikaji melalui pandangan etika pemasaran rokok untuk mengetahui dampak yang muncul dalam masyarakat sampai menjadi konsumen rokok.

“Data WHO tahun 2015 menunjukkan angka 36,2 persen remaja pria Indonesia adalah perokok dan 73,3 persen pria rentan terhadap rokok,” ungkap peneliti dan pakar pemasaran dari Edinburgh Napier University, UK, Dr. Nathalia C. Tjandra.

Nathalia juga mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pandangan masyarakat terhadap etika pemasaran rokok di antaranya adalah: pertama pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap bahaya rokok. Kedua, adanya implikasi ekonomi dari industri rokok. Ketiga, sikap pemerintah yang kurang tegas terhadap praktik-praktik pemasaran. Keempat, sebagian besar masyarakat menentang pemasaran rokok yang ditujukan secara langsung dan tidak langsung kepada anak-anak dan masyarakat menengah ke bawah. Dan yang kelima, masyarakat sejatinya sudah memahami dan menyadari bahwa praktik-praktik pemasaran rokok sering tidak beretika dan terkadang melanggar peraturan yang berlaku. (Wiwin/IRO)

Berita Terbaru