A Two Day Symposium on Genomics and beyond

IMG_5372

Yogyakarta – Indonesia dan Prancis memiliki sejarah panjang kerjasama pendidikan tinggi di bidang ilmiah, dan di Yogyakarta kerjasama kedua negara terjalin melalui jejaring institusi UGM dan Institut Francais Indonesia (IFI). Institut Français adalah perpanjangan tangan Kedutaan Besar Prancis di Jakarta untuk memfasilitasi berbagai program kerja sama Indonesia-Prancis. Mengutip penjelasan Ibu Christine Moerman, Direktur IFI Yogyakarta, IFI berkecimpung dalam bidang kebudayaan; linguistik dan kerja sama ilmiah universitas. Program kerja samanya meliputi promosi pendidikan tinggi Prancis, program beasiswa antara lain Double Degree Indonesia Prancis (DDIP) dan Indo-Franco Joint Working Group, kerja sama universitas, kerja sama penelitian, join seminar-seminar tematik. Jejaring Indonesia-Prancis berhasil membangun sistem kolaborasi akademik baik dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusia, program mobilitas pertukaran mahasiswa dan staf serta join riset. Sistem ini diperkuat dengan adanya CampusFrance di  IFI yang bertugas untuk mempromosikan pendidikan tinggi Prancis di luar negeri dan menawarkan kepada siswa bimbingan untuk sukses menempuh pendidikan tinggi di Prancis.

Fakultas Kedokteran UGM berkesempatan menjadi tuan rumah “A Two Day Symposium on Genomic and beyond” tanggal 5-6 November 2014 sebagai bentuk kerja sama ilmiah Indonesia-Prancis dalam program pengembangan kapasitas sumber daya manusia.  Simposium dua hari ini menjembatani mahasiswa dan klinisi untuk lebih memahami Biologi Molekuler, sebagai bidang ilmu yang berkembang dari genetika molekuler, karena banyak penyakit dengan tingkat insidensi tinggi di Indonesia (malaria, HIV/AIDS, kanker, jantung koroner) memiliki aspek molekuler. Pemahaman aspek molekuler sangat membantu klinisi dalam penentuan diagnosis dan terapi yang pada akhirnya menjadi kontribusi penanggulangan masalah-masalah kesehatan nasional. Simposium yang didukung Institut Français Indonesia menghadirkan narasumber dari Université de Poitiers, University Montpellier 2, Université de Rennes, dan University Lille Prancis. Sebanyak 130-an peserta dari UGM dan berbagai universitas di Indonesia lainnya (USU, UNHAS, YARSI, UNPAD, UNDIP, UNY, UMY) mengikuti simposium yang digelar oleh Program Pascasarjana S3 dan S2 Ilmu Kedokteran Dasar FK UGM.

Profesor Sofia Mubarika, salah satu penggagas simposium genomik menyampaikan dalam konferensi pers Kamis (6/11) bahwa saat ini pengobatan semakin bersifat individual berbasis genetik sehingga sangat penting bagi klinisi mendalami genomik. Dengan pendekatan individu (personalized medicine) diharapkan pengobatan penyakit degeneratif akan lebih tepat sasaran dengan minimal efek samping, ujarnya. Sebagai contoh penyakit kanker, tidak bisa diberi pengobatan yang sama untuk semua penderita kanker karena responnya bisa berbeda-beda. Apa lagi resistensi terhadap obat juga semakin tinggi. Dengan berbasis pada genomik, ujarnya, diharapkan akan diketahui  risiko suatu penyakit terkait pengaruh gaya hidup penderita seperti pola makan atau pola aktivitas sehari-hari.

Pentingnya pemahaman genomik juga ditegaskan oleh Vice President Universidé de Poiters Prancis Profesor Gérard Mauco yang berhasi menggandeng pakar genomics, epigenetics, proteomics dan molekuler dari institusi Prancis yaitu Profesor Roger Frutos, Profesor Veronique David, Profesor Alain Kitziz dan Dr. Stan Tomavo. “Pengobatan penyakit molekuler sebaiknya sesuai dengan jenis dan sumber penyakitnya untuk kemudian ditangani lewat analisis molekuler sehingga pengobatannya menjadi tepat dan menyembuhkan,” ujarnya.     \sari

Materi dan tautan video simposium dapat diunduh di sini.

Artikel terkait:
Berita UGM
Sinar Harapan
Suara Merdeka
Okezone

Berita Terbaru